Agamawan dan
TNI tidak boleh berwatak penjilat pada kekuasaan. Tidak juga netral soal
kebenaran dan keadilan. Harus berpihak pada kepentingan negara dan bangsa,
berpihak pada penderitaan rakyat yang memang butuh perlindungan dan pembelaan.
Peran Agamawan dan TNI penting dalam meluruskan dan melawan kezaliman.
Pidato
Kebangsaan Jenderal Purn Gatot Nurmantyo itu disampaikan di Al Jazeera,
Cipinang Cempedak, Jakarta, 21 Juni 202 di hadapan ratusan, bahkan ribuan
peserta acara yang bertema “Oke Ganti”.
Sebelum Gatot
Nurmantyo menyampaikan pidato kebangsaan, maka beberapa tokoh menyampaikan
orasi kritisnya. Mereka adalah Prof Dr Anthony Budiawan, Prof Chusnul Mar'iyah,
PhD, Prof Dr Nurhayati Ali Assegaf, Dr ihsanuddin Noorsy dan Dr Ubedillah
Badrun.
Para tokoh di atas mengkritisi kondisi negeri yang dalam keadaan tidak baik-baik saja, bahkan parah. Kegagalan pertumbuhan ekonomi dan ketegangan sosial yang tinggi; si Kaya foya-foya, si Miskin semakin sulit bernafas. Beban hidup berat karena harga bahan pokok yang semakin tidak terjangkau, pajak bukan semakin ringan, dan reaksi di mana-mana.
Melawan,
korupsi dahsyat, elit dan birokrasi mengeksploitasi, sistem politik semakin
oligarki dan menjauhi demokrasi. Demokrasi palsu di bawah bayang-bayang
diproses, direkayasa dan penipuan. Pemilu menjadi bahan mainan dengan harga
yang berangka-angka. Agama menjadi tertuduh dengan stigmatisasi radikal dan
intoleran. Umat beragama, khususnya umat Islam, ditempatkan di pinggiran.
Liberalisasi dan sekularisasi.
Gatot
Nurmantyo mengingatkan, khususnya kepada TNI, agar lebih memperkokoh
kemanunggalannya dengan rakyat. Sebagai tentara rakyat, tentara pejuang,
tentara nasional dan tentara profesional, maka TNI tidak hanya bertugas menjaga
kedaulatan negara, tetapi juga ikut berjuang untuk menegakkan pejuang rakyat.
Menjaga kemerdekaan rakyat untuk berpendapat, berserikat, berusaha dan jaminan
kenyamanan di depan hukum.
Mantan Panglima TNI memahami akan kondisi TNI yang kini dalam keadaan “serba salah” antara keterikatan pelaksanaan komando struktural dengan perasaan rakyat Indonesia yang semakin gelisah. Terzalimi oleh perilaku kekuasaan oligarki. Akan tetapi menurutnya, jika penguasa semakin menindas dan mengintimidasi, maka hal itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Akan ditumbangkan oleh rakyat yang mendukung TNI.
Meskipun
Pidato Kebangsaan Gatot Nurmantyo lebih bersifat normatif, namun perasaan
peserta atau undangan nampaknya telah memuncak membaca keadaan negeri ini yang
semakin karut marut, sehingga setelah acara berakhir terdengar gema suara
spontanitas: “revolusi…revolusi…revolusi ( Red,- Kaboa )
0 Komentar