Header Ads Widget

SELAMAT DATANG DI WEBSAIT KABAR MERAH PUTIH

MERDEKA 100 PERSEN : Antara TAN MALAKA dan SM KARTOSUWIRJO – ( Bagian. 1 - Oleh Nunu A Hamijaya Sejarawan publik )


KABARMERAHPUTIH,--Perjuangan anak  bangsa  Indonesia  untuk     merdeka 100 persen ,   kandas gara-gara sikap politik elit nasionalnya  sendiri ! Pasca Resolusi  Jihad-nya HADRATUS  SYEIKH HASYIM ASHARI, sebenarnya  posisi mental perjuangan militer Indonesia dalam mental SYAHID, atau dalam istilah  Jepang, KAMIKAZE! Namun, gara-gara  SJAHRIR yang bermental    sosialis-borjuis didikan  Barat dan sudah bersahabat  lama dengan Van Mook sejak di Belanda, dia  mengalihkannya menjadi  perjuangan diplomasi, karena TAKUT MATI dan tak mau  perang  gerilya-lagi  ke hutan-hutan   sebagaimana Panglima  SOEDIRMAN  ! Padahal  sebagai  seorang sosialis-komunis, bukankah dia  tidak percaya AKHIRAT, sehingga jika MATI pun dia berkeyakinan  tak akan dimintakan   pertanggungjawabannya  kelak!  SJAHRIR atasnama pemerintah sebagai Perdana Menteri, meminta GENCATAN SENJATA terhadap  SEKUTU ! Bukan sebaliknya!  Ini adalah bentuk lain  dari  ‘kekalahan perang’ !

Maka, sejarah pun berlanjut  dengan  perjanjian  Linggarjati dan Perjanjian RENVILLE. Perjanjian Renville itu diawal menjanjikan Indonesia menjadi negara Uni Indonesia-Belanda dengan sistem federasi   negara yang didukung  MOH. HATTA yang   memang pro-federalisme daripada kesatuan. Bagi M. HATTA,  menjadi  negara serikat pun adalah bentuk  lain  menuju   kemerdekaan dan kedaulatan. Terhafdap perjanjian RENVILLE ini , hanya TAN MALAKA yang jelas-jelas menolak dengan sikap politik yang konfrontatifnya.  Berbeda  dengan sikap militer, yang juga SANGAT TERPAKSA mengikuti  keputusan politik para politis  sipil, seperti   AMIR SYARIFUDIN,yang juga dari kelompok sosialis-komunis borjuis. 

Bagaimana, sebagai pemilik sah negeri ini, pemerintsh RI-nya SOEKARNO-HATTA-SJAHRIR  bersedia menyerahkan sebagian besar wilayahnya kepada  pihak   BELANDA? Hanya untuk  sebuah pengakuan politik de facto?  Bukankah, itu menunjukkan bahwa yang berkuasa atas tanah jajahan adalah BELANDA? Sekalipun katanya sudah  menyatakan MERDEKA dengan  Proklamasi 17  Agustsu 1945?

Perundingan Linggajati menghasilkan keputusan yang kemudian disebut PERJANJIAN LINGGAJATI  yang memiliki 17 Pasal, dari 17 pasal tersebut terdapat 3 pasal pokok, diantaranya adalah:

a. Belanda mengakui Republik Indonesia secara de facto dengan wilayah kekuasan meliputi Sumatera, Jawa, Madura;  Belanda akan meninggalkan Indonesia selambat-lambatnya 1  Januari 1949

b. Menyepakati pembentukan negara serikat dengan nama NEGARA INDONESIA SERIKAT (RIS) yang    terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar sebelum 1 Januari  1949.

c. RIS dan Belanda akan membentuk UNI INDONESIA-BELANDA dengan ratu Belanda sebagai ketua.

Dalam pelaksanaannya, perjanjian ini tidak berjalan baik. Pada tanggal 20 Juli 1947 diketahui  Gubernur Jendral H. J. Van Mook memutuskan perjanjian secara sepihak. H. J Van Mook mendeklarasikan bahwa Belanda tidak terkait dengan perjajian tersebut.Hal ini berlaku sejak tanggal 21  Juni 1947, sebelum satu tahun perjanjian linggarjat genap dibuat. Terjadilah adanya Agresi Militer  Belanda I.

Pasca  Perjanjian Linggajati yang  dilanggar Belanda, maka  terjadilah   situasi  konfrontatatif   antara Indonesia – Belanda, hingga   terjadilah   perjanjian baru yaitu RENVILLE  ditangan Perdana  Menteri AMIR  SYARIFUDIN, yang  juga dari sayap kiri (sosialis -komunis). Perundingan Renville yang ditandatangani   pada 17 Januari 1948    jelas-jelas  dirancang sejak awal  untuk  merugikan  Indonesia. Wilayah kedaulatan RI menjadi semakin sempit dengan diterapkannya  aturan Garis van Mook atau Garis Status Quo. Garis van Mook mengambil nama  dari  Hubertus van Mook, Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir. Garis van Mook adalah perbatasan buatan yang memisahkan wilayah milik Belanda dan Indonesia sebagai hasil dari Perjanjian Renville.

Perjanjian Renville pun tak berusia lama, karena Belanda melanggarnya dengan melakukan Aksi Polisioner (Agresi Militer  II), sehingga  terjadinya penangkapan atas Soekarno-Hatta dan beberapa Menteri kaninetnya.  Mereka menjadi    TAWANAN PERANG, sehingga   status mereka tidak lagi sebagai presiden atau  wakil  presiden.  Soekarno   MENYERAH- alias   mengibarkan bendera Putih !  Atas dasar itu, Belanda   menganggap  bahwa  Negara RI-Yogyakarta   sudah tamat riwayatnya! Meskipun   demikian, wilayah  Sumatera sebagai  wilayah yang  termasuk de facto- nya RI -Yogyakarta, segera mendirikan PDRI (Pemerintahan  Darurat  Republik Indonesia - Yogyakarta). Namun, segera saja PDRI  dibombardir  hendak  dihancurkan dan tidak diakui  Belanda dan  juga Soekarno-Hatta. Namun aneh bin ajaib,  Soekarno-Hatta    malah meminta PDRI  menyerahkannya  mandatnya   kepada Soekarno-Hatta, yang  dalam status  sebagai TAWANAN  pihak Belanda.

SM. Kartosuwiryo
Bagaimana , sosok  SOEKARNO-HATTA yang jelas-jelas telah  menjadi TAWANAN  lalu dikembalikan lagi statusnya  menjadi  presiden lagi   oleh pihak  BELANDA yang  menawannya  dan memerintahkan SOEKARNO lewat M. NATSIR agar membujuk  PDRI menghentikan  perlawanannya  dan mengembalikan mandatnya kepada Soekarno??  Bukankah, Soekarno  tidak pernah  memberikan mandat  apapun ?  Apakah ini bukan   permainan LUCU-LUCU-AN yang dipetontotnkan oleh Belanda dan Spekarno? Adakah deal-deal politik   keduanya?

Bagaimana saat itu, alam  pikiran NATSIR dan SJAFRUDIN  yang mau-maunya mengikuti kehendak SOEKARNO?? Padahal, status   sebagai tawanan, disadari benar oleh SJAHRIR   sehingga  ia pada awalnya menolak perintah Soekarno, karena statusnya sebagai   TERTAWAN, dan meminta  SJAFRUDIN  sebagai  Pimpinan   PDRI yang  selayaknya menugaskannya berunding  dengan Belanda.  Belakangan, justru  SOEKARNO  menugaskan  MR.ROEM untuk menjadi wakil  RI Yogyakarta. Bukankah, dirinya dalam status TERTAWAN.? Apakah ini bukan  permainan elit nasional Soekarno dengan BELANDA?

Endingnya jelas, bahwa aoa yang direncaakan sejak LINGGRAJATI-RENVILLE dan berakhir di KMB. Keputusannya tidak berubah penyerahakan kedaulatan kepada Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)!  Maka, apa yang menjadi perjuangan kemerdekaan dan proklamasi 17 Sgustsu 1945, sama sekali tidak diakui pihak Belanda, dan tidak dsadarinya oleh elit nasional, bahwa sejak RENVILLE, eksistensi Negara RI Proklamsi 1945 sudah tidak ada lagi.

 Yang ada adalah sebuah negara dan pemerintahan  (tetap)  bernama INDONESIA   berbentuk republik, baik serikat maupun kesatuan (NKRI),   namun semuanya  itu   adalah HASIL PERUNDINGAN  alias LEGAL STADINGNYA adalah perjanjian antara pihak Indonesia -Belanda ! Maka, sejati   perjuangan kemerdekaan dengan revolusi  nasional untuk Merdeka 100 Persen itu   sudah lama terhenti  bagi perjuangan sebuah bangsa Indonesia dengan romanitisme  perjuangan revolusinya !  

BAGIAN II – TAN MALAKA 100 persen Merdeka !

Tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang menjarah rumahnya!

Kisah  surat HO CHI MINH yang mengkritik  Sukarno yang lebih memilih mengerjakan kembali birokrat didikan Belanda setelah Indonesia merdeka. Tanya "Paman Ho": Kalau mempekerjakan kembali birokrat didikan Belanda maka negara  tuan tidak merdeka sepenuhnya!

Sebagai jawabannya, Sukarno (dan juga Syahrir)  menyatakan, “ kalau tak mempekerjakan lagi birokrat itu maka Indonesia kehilangan "mesin negara" alias roda pemerintahan tak bisa bergerak.

Namun, sebenarnya, soal "merdeka 100 persen" sudah lama menjadi semacama perdebatan ideologis-politis diantara  elite nasional   Indonesia pada awal  kemerdekaan. Bahkan, bisa dirunut lebih jauh lagi, yakni pada masa pembentukan BPUPKI. Hanya  kelompok Islam dan nasionalis yang mau menjadi BPUPKI. Kelompok sosialis dan komunis memilih tidak ikut di dalamnya karena menganggap  BPUPKI sebagai "parlemen" bentukan Jepang.

Sikap yang lebih  jelas ditunjukkan Tan Malaka. Dia menolak keras ide berunding dengan pihak kolonial. Dia ingin perang total dan menang total melawan kolonial. Alias sama sikapnya dengan Vietnam yang nekat habis-habisan melawan Amerika Serikat. Alhasil, melalui pertempuran legendaris Paman Ho bersama  Jenderal Vo Vo Nguyen Giap di Bie Dien Phu berhasil mengusir pergi tentara Amerika Serikat untuk pulang kampung.

Ada sebuah kutipan dari Tan Malaka bahwa bangsa ini harus menang perang secara total dengan cara menolak taktik berunding. Kata-katanya begini:  Tuan rumah tak akan berunding dengan maling yang menjarah rumahnya! Dengan kata lain, perang total adalah pilihan terbaik.

Namun, sikap Tan Malaka ditolak oleh elite sipil Indonesia kala itu. Mereka menganggap itu suatu sikap yang ekstrem dan tidak realistis dengan alasan Indonesia kalah segalanya dari Belanda, baik itu kemampuan personil pasukan, senjata, maupun dana untuk membiayai perang. Tan Malaka dengan ketus menganggap itu akibat dari sikap orang yang terlalu lama dididk Belanda. Sayangnya, Tan Malaka kemudian mati tertembak di daerah Jawa Timur sebelah selatan: kini disebut Desa Selopanggung, Kediri. ( Red,-MERAHPUTIH )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar