KABARMERAHPUTIH,--Perseteruan ideologi yang tersisa dari Perang Saudara China (1945-1949) antara kubu KUOMINTANG (Partai Nasionalis) dan KUNCANTANG (Partai Komunis) menyisakan pertarungan pengaruh di Indonesia. Namun, dalam narasi sejarah historiografi nasional versi Orde Baru, justru dalam peristiwa Madiun Affair, tuduhan keterlibatan itu dialamatkan kepada komunis Sovyet, sehingga berkembang istilah Negara Sovyet Madiun-nya Moeso (1948). Berdasarkan bukti-bukti baru, narasi historiografi tentang Negara Sovyet Madiun adalah narasi fiksi sejarah.
Dr. Budiawan
dalam bedah buku "Dari Moskow ke
Madiun?, Stalin-PKI dan Hubungan Diplomatik Uni Soviet -Indonesia
1947-1953" karya LARISSA M. EFIMOVA
di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Rabu (13/10/2010) berdasarkan
buku tersebut, peristiwa Madiun 1948 atau yang dikenal
sebagai Pemberontakan PKI-Madiun
ternyata tidak dtemukan bukti
keterlibatan Uni Soviet. Tidak ada instruksi langsung dari
Uni Soviet, namun Moeso lebih terinspirasi kemenangan Partai Komunis Cina (PKC)
atas kelompok nasionalis pimpinan Dr Sun Yat Sen.
Dalam dokumen
yang sudah diklasifikasikan oleh Indonesianis asal Rusia, Prof. Larissa M. Efimova, menunjukkan tidak
ditemukan bukti-bukti mengenai perintah
Moskow secara instruktif dan pasti kepada Moeso. Buku (171 hal ) diterbitkan Syarikat Indonesia dan
Kelopak Semata (Kelompok Penyimak Sejarah Masyarakat Tanah Air mengungkap
seputar awal mula hubungan Indonesia-Uni Soviet antara tahun 1947-1953
berdasarkan data-data resmi di Rusia yang telah diklasifikasi setelah Soviet
pecah tahun 1989.
Dari
data-data tersebut terungkap bahwa bagi Soviet, Indonesia bukan arena untuk
menyebarkan pengaruh politiknya terutama saat perang dingin. Sesuai perjanjian
Yalta oleh Inggris, AS dan Soviet, Soviet lebih mengarahkan ke Eropa Timur, dan
AS ke Asia Timur seperti Jepang dan Korea. Sedangkan Inggris ke wilayah Asia
Tenggara. Pimpinan Soviet lebih patuh pada perjanjian internasional. Berdasarkan kajian Efimova terungkap bila Indonesia
setelah
kemerdekaan
mencoba mendekati Soviet dengan membuka jalur hubungan diplomatik seperti yang
dilakukan Menlu L.N. Palar untuk
mendapatkan dukungan internasioal.
Dalam catatan Efimova, Soviet-lah yang mungkin merupakan negara pertama yang menyeret Indonesia ke dalam kancah perang dingin. Namun Indonesia juga mampu memanfaatkan rivalitas dalam perang dingin untuk kepentingan nasionalnya.Saat itu Soviet juga sangat hati-hati terhadap Indonesia terutama saat ada penjajakan pembukaan jalur hubungan diplomatik. Bagi kelompok antikiri sendiri juga khawatir bila hubungan dengan Soviet dibuka akan dimanfaatkan oleh kelompok kiri.
Perseteruan Komunis
dan Nasionalis China-Tiongkok
Seusai Perang
Saudara China di tahun 1949, Pemerintah
NKRI mengakui keberadaan
Pemerintah Beijing di tahun 50-an.
Sementara dalam masa
revolusi nasional Indonesia (1945-1949), Pemerintah
Kuomintang tidak dan belum mengakui
eksistensi Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945. Meski demikian,
semasa itu, Konsulat Republik China yang dikuasai Kuomintang membuka beberapa
konsulat di Indonesia. Pembentukan Pao An Tui
di Kota Medan, Sumatera Utara dibantu rezim Kuomintang di tahun 1947.
Rezim Kuomintang dekat dengan rezim Soeharto kelak semasa Orde
Baru.
Internal
China antara tahun 1947-1948 bergolak
rebut kuasa antara Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek versus Kungchantang
pimpinan Mo Tse Tung. Di Indonesia,
koran Keng Po. dianggap pro Kuomintang, sedankan Koran Sin Po dianggap pro Kungchantang.
Ketegangan ini berakhir dengan kemenangan Kungchantang di Tiongkok yang
kemudian memerdekakan China dan mendirikan Partai Komunis China. Kuomintang
lari ke Pulau Formosa. Pulau ini ada penduduk native yang disebut suku Amis
yang tergolong mikronesia. Mereka bukan China. Pemerintah Taiwan dan pengungsi
dari daratan berstatus pendatang. Karena itu,
Taiwan tak dapat mendirikan
negara di Formosa, bukan karena one China policy, tapi Taiwan dan China tak
punya hak historis atas Formosa.
Menurut ZHOU TAOMO, Guru Besar Nanyang Technological
University (NTU) Singapura,dalam buku hasil penelitiannya berjudul Revolusi, Diplomasi, Diaspora Indonesia,
Tiongkok, dan Etnik Tionghoa, 1945-1967. yang menggunakan arsip Kementerian
Luar Negeri Tiongkok. Kuomintang, yang berbasis di Taipei, diketahui mendukung
pemberontakan PRRI-Permesta di tahun 1958 dan gerakan KAMI-KAPPI menumbangkan
Presiden Soekarno di tahun 1966.
Sejarawan
Sulawesi Utara, Fendi Parengkuan, yang dalam kesempatan terpisah menceritakan
tentang adanya pilot-pilot dan awak penerbangan AUREV (Angkatan Udara
Revolusioner), yakni sayap udara Permesta di Manado, yang berasal dari
Taiwan.Mereka sebagian ada yang mantan penerbang The Flying Tigers era Perang
Dunia II. Sesudah pasukan TNI dari Jawa masuk ke Manado, mereka diinternir di
sebuah sekolah dekat Centrum—pusat Kota Manado—dan akhirnya dikembalikan ke
Taiwan.
Rebutan
pengaruh tersebut berjalan sangat dinamis, ketika Pemerintah Indonesia dikuasai
kubu Masyumi, kubu Kuomintang mendapat angin dan bekerja sama dengan penguasa
dalam membatasi kubu Komunis di Indonesia dan juga jaringan Kuncantang. Partai
Kuomintang (KMT) didirikan tahun 1912 pada masa genting periode China saat
ditumbangkannya Dinasti Qing. Partai Kuomintang merupakan salah satu partai
tertua di Asia dan akhirnya memusatkan kegiatan di Taiwan setelah China
dikuasai oleh Komunis yang memenangkan Perang Sipil China.
Partai
Nasionalis Cina (atau yang bernama “Kuomintang” dalam bahasa Mandarin) adalah
sebuah partai politik di Cina yang dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1912.
Didirikan oleh salah satu tokoh besar dalam sejarah Revolusi Cina yaitu Sun
Yat-sen, Kuomintang berawal dari sebuah perkumpulan politik rahasia di Jepang
yang bernama “Tongmenghui” dengan tujuan meruntuhkan Dinasti Qing dan
mendirikan pemerintahan Republik di Cina. Lebih lanjut, asal muasal partai ini
dapat dilacak lebih jauh ke tanggal 24 November 1894, yaitu pada saat Sun
Yat-sen mendirikan “Revive China Society” (Hsing Chung Hui) di Honolulu,
Republik Hawaii. Partai yang dipimpin oleh Sun Yat-sen selama 13 tahun ini
menjadi partai yang bekerjasama, bersaing, dan berebut ideologi dengan Partai
Komunis Cina (Kungchantang/Communist Party of China; CPC) dalam membentuk
negara republik Cina modern.
Pasca PRRI ditumpas dan Masjoemi dilarang (1960) , setahun berikutnya,
13 Juni 1961, Ketua Komite Sentral
Partai Komunis China Mao Zedong di Balai Qinzheng, Zhongnanhai, Beijing, bertemu dengan Presiden
Soekarno yang datang berkunjung ke China. Maka, dimulailah era
pengaruh politik China - Komunis
ditubuh pemerintahan Soekarno,dengan menguatnya pengaruh PKI-nya D.N. Aidit sepanjang 1961-1965).( Red,-Zaky Aly )
0 Komentar